Para anak jalanan juga diajak menjadi trainer tentang pemanfaatan sampah kertas dan organik
Para anak jalanan juga diajak menjadi trainer tentang pemanfaatan sampah kertas dan organik bagi masyarakat di seluruh Indonesia, termasuk kaum difabel di Cileunyi, Jawa Barat. Menjadikan anak jalanan sebagai trainer ini merupakan bagian dari program
"Kami mendorong agar anak jalanan ini tidak menjadi objek, tetapi subjek. Mereka belajar tanggung jawab dan harus membagikan ulang pengetahuan yang sudah mereka peroleh kepada orang lain. Ini selalu berputar,” ujar Abah Dindin.
Selain kegiatan mendaur ulang kertas, Yayasan Kumala turut berkolaborasi dengan PHE ONWJ lewat program bank sampah. Program ini memberdayakan beberapa komunitas pemulung yang ada di Jakarta Utara. Sejauh ini, mereka sudah bekerja sama dengan sekitar 180 pemulung.
Kerja sama dengan Yayasan Kumala ikut membawa nilai positif bagi citra PHE ONWJ di bidang lingkungan. Selain Pertamina, Yayasan Kumala juga pernah bermitra dengan sejumlah perusahaan, antara lain Chevron, Freeport, Telkomsel, Live Mana, dan beberapa bank.
Rumah kreasi
Yayasan Kumala sejatinya lebih dari sekadar rumah singgah. Yayasan ini bukan hanya untuk menampung anak jalanan untuk kemudian ditinggal pergi. Abah Dindin menyatakan, Yayasan Kumala adalah rumah kreasi.
Namun, perjalanan komunitas mereka bukan tanpa tantangan. Mereka dulu kerap dituduh mencuri apabila ada barang yang hilang di lingkungan sekitar rumah singgah berada. Rumah mereka sering digeledah warga. Jenuh dengan tuduhan itu, anak-anak jalanan mendesak Abah Dindin agar mengubah komunitas itu menjadi yayasan pada 2008. Itulah asal mula lahirnya Yayasan Kumala.
Abah Dindin menerapkan sejumlah strategi agar keberadaan yayasan ini bisa diterima baik pada awal berdiri. Dirinya sengaja menamai yayasan ini sama dengan nama istrinya supaya direstui. Untuk memperbaiki citra mereka di mata warga sekitar, Abah Dindin kerap mengajak anak-anak jalanan bekerja bakti.
Stigma anak jalanan pun mulai membaik di mata masyarakat. Warga daerah Tanjung Priok juga mulai membuka diri kepada mereka sekitar, meskipun membutuhkan waktu dua tahun setelah yayasan berdiri. Belakangan, warga mulai datang memberikan makanan ke yayasan.
Abah Dindin selalu menerima anak jalanan yang ingin berubah. Istilah anak jalanan tidak merujuk pada rentang usia tertentu, tetapi kepada orang yang tinggal di jalanan. Pada 2017, atas permintaan perusahaan mitra, Abah Dindin mulai menghitung jumlah kisarannya anak yang pernah terangkul dalam program yayasan.
Abah Dindin mencatat, sudah 98 anak jalanan yang berkarya dan menjadi peltih (trainer) di Yayasan Kumala. Jumlah ini hanya sebagian kecil dari anggota yang bersedia dicatat. Mereka berasal dari berbagai daerah, seperti wilayah Jawa, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, hingga Papua. Puluhan anak jalanan ini telah melatih sekitar 13.000 peserta mengenai pengolahan sampah di seluruh Indonesia.
Saat ini, Yayasan Kumala tercatat memiliki 10 anggota aktif yang digaji bulanan atau per shift. Para anggota ini aktif memproduksi dan memberi pelatihan mengenai cara membuat kertas daur ulang. Dalam sehari, mereka bisa memproduksi 400-500 lembar kertas ukuran A4.
Anak-anak jalanan yang mengikuti kegiatan daur ulang kertas kebanyakan berhenti turun ke jalan. Padahal, mereka bisa mendapatkan Rp 100.000-Rp 150.000 sehari dari hasil mengamen. Sedangkan pendapatan bersih dari membuat kertas daur ulang bisa mulai dari Rp 30.000 ke atas di luar uang makan, tempat tinggal, dan pendapatan sebagai trainer.
“Itu pernah menjadi pertanyaan besar buat saya kenapa mereka memilih tinggal. Mereka bilang kalau mereka juga butuh rasa kenyamanan dan penghargaan. Mereka bangga karena merasa diterima dan dimanusiakan lewat kegiatan ini, seperti punya keluarga,” kata Abah Dindin.
Source :
https://www.kompas.id/baca/sosok/2021/01/25/abah-dindin-mendaur-ulang-potensi-anak-jalanan
No comments:
Post a Comment